Uncategorized

FGD ANTARA PENGADILAN NEGERI SURABAYA DENGAN BADAN LITBANG DIKLAT KUMDIL MA RI

FGD antara PN SBY dengan Pusdiklat MA RI

Surabaya 19 Juli 2022, Pelaksanaan kegiatan Forum Group Discussion (FGD) antara Pengadilan Negeri Surabaya dengan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI diselenggarakan di ruang rapat lantai 5 gedung Pengadilan Negeri Surabaya. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, DJU JOHNSON MIRA MANGNGI, S.H., M.H. dan beberapa hakim diantaranya KHADWANTO, S.H., TAUFAN MANDALA, S.H., M.Hum, Dr. SUTARNO, S.H., M.H., AFS DEWANTORO, S.H., M.H., A.A GD AGUNG PARNATA, S.H., C.N., ARWANA, S.H., M.H., SUPARNO, S.H., M.H., GUNAWAN TRI BUDIONO, S.H. sebagai perwakilan dari Pengadilan Negeri Surabaya. Dan juga dihadiri oleh Ahli Peneliti Madya Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, Dr. BUDI SUHARIYANTO S.H.,M.H. dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, LILIK MULYADI, S.H., M.H. sebagai pemateri pada kegiatan FGD ini.

Dalam materi yang disampaikan oleh LILIK MULYADI, S.H., M.H. mengatakan bahwa alasan perlunya restorative justice dalam perkara narkotika karena:
1. Sanksi pidana penjara yang ditujukan untuk mendapatkan efek jera kepada pelaku penyalahguna narkotika tidak terlalu memberi manfaat positif untuk mengubah pelaku agar jera sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi dan juga tidak menjamin adanya perbaikan.
2. Pendekatan restorative justice dianggap lebih efektif dari pada memberikan sanksi berupa pidana penjara. Restorative justice meletakkan hukum pidana tidak ditujukan semata-mata sebagai alat untuk menghukum atau memidana seseorang yang melakukan tindak pidana akan tetapi sebagai sarana mencegah seseorang untuk melakukan tindak pidana dan sebagai sarana untuk menyeimbangkan kembali keadilan yang rusak akibat dari suatu tindak pidana.

Selain itu, Dr. BUDI SUHARIYANTO S.H.,M.H. juga menyampaikan mengenai pengaturan restorative justice dalam hukum positif dan peraturan kebijakan dari Mahkamah Agung RI, ada 5 macam diantaranya:
1. UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
2. Perpol No. 18 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pdiana Berdasarkan Keadilan Restoratif
3. Perja No. 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
4. Pedja No. 18 Tahun 2021 Tentang Penanganan TP Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dg Pendekatan Keadilan Restoratif sbg Pelaksanaan Asas Dominis Litis Jaksa
5. SK Dirjen Badilum MA No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 Tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif

Dan begitulah dengan bentuk restorative justice dalam penanganan perkara di indonesia dibagi menjadi 3 yaitu: DIVERSI (Pengalihan dari Proses Peradilan Pidana ke Proses di Luar Peradilan Pidana), DISKRESI (Kebijaksanaan Penegakan Hukum berupa Penghentian Penyidikan & Penuntutan) dan PEMIDANAAN RESTORATIF (Memilih Alternatif Pemidanaan di Luar Pidana Penjara berdasarkan Pemulihan Keadaan ex: Rehabilitasi)

Dalam hal ini terdapat perbedaan penafsiran restorative justice dalam pemidanaan rehabilitasi. Restorative Justice dijadikan dasar filosofi pemidanaan rehabilitasi (murni) tanpa pidana penjara dan Rehabilitasi sebagai “Pilihan” jenis pidana bersifat fakultatif sehingga tidak dipandang dalam bentuk restorative justice.