PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2015

 

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Diterbitkannyanya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini dilakukan untuk mengoptimalkan peraturan sebelumnya yakni Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 dan sebagai salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung RI yang diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 yang dimaksud Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Hal tersebut diuraikan dalam Ketentuan angka 1 Pasal 1. Sehingga perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.

Adapun yang tidak termasuk dalam perkara gugatan sederhana adalah perkara yang penyelesaian sengketanya diselesaikan melalui pengadilan khusus yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan atau sengketa hak atas tanah.

Ada beberapa perubahan yang ada didalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 4 Tahun 2019 yaitu sebagai berikut:
1. Kenaikan batas nilai gugatan materil. Pada pasal 1 dan Pasal 3 ayat (1) PERMA Nomor 4 Tahun 2019 menaikkan nilai gugatan materil dalam perkara wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum sebesar Rp 500.000.000,00.
2. Penghapusan batas domisili. Pada pasal 4 ayat (3a) PERMA Nomor 4 Tahun 2019 memperbolehkan penggugat mengajukan gugatan terhadap tergugat yang berdomisili di luar wilayah hukum penggugat dengan menunjuk kuasa, kuasa insidentil atau wakil yang beralamat yang sama dengan wilayah hukum tergugat.
3. Berperkara secara elektronik. Pada pasal 6A PPERMA Nomor 4 Tahun 2019 memperbolehkan penggugat dan tergugat untuk menggunakan fasilitas berperkara secara elektronik yang meliputi, e-filing, e-payment, e-summon, e-litigasi dan menyediakan naskah putusan secara elektronik.
4. Adanya upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek. Pada pasal 13 ayat (3a) PERMA Nomor 4 Tahun 2019 menyediakan upaya hukum perlawanan bagi tergugat yang perkaranya telah diputus verstek dan rentang waktunya ditetapkan selama tujuh hari setelah pemberitahuan isi putusan.
5. Hakim dapat meletakkan sita jaminan. Pada pasal 17A PERMA Nomor 4 Tahun 2019 bahwa untuk menjamin efektivitas dimungkinkan bagi hakim untuk meletakkan sita jaminan terhadap harta benda milik tergugat dan/atau milik penggugat yang ada dalam penguasaa tergugat.
6. Penetapan jangka waktu aanmaning. Pada pasal 31 ayat (2a, 2b dan 2c) PERMA Nomor 4 Tahun 2019 menegaskan bahwa jangka waktu penetapan aanmaning dalam rangka pelaksanaan isi putusan adalah selama 7 hari.

ALUR GUGATAN SEDERHANA

Pada Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019,  Pemeriksaan Pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana. Di dalam Pemeriksaan Pendahuluan, apabila dalam pemeriksaan Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat.

Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 bahwa hakim wajib untuk berperan aktif dalam:

1. Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
2. Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
3. Menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
4. Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

 

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 4 TAHUN 2019  download